Bekantan, Tergeser dan Tergusur dari Rumahnya Sendiri

Bekantan, Monyet berhidung besar khas Kalimantan ini juga terdapat di Lanskap Kubu

Bekantan adalah primata endemik Kalimantan yang hidup di ekosistem tepi sungai, terutama di bagian muara sungai, bakan di antara mereka yang menempati habitat hingga mencapai 60 sampai 300 kilometer jauhnya ke arah pedalaman. Monyet ini juga kerap dikenal dengan sebutan monyet belanda, karena memiliki hidung besar memanjang yang khas. Individu jantan memiliki hidung yang lebih besar daripada betinanya. Hidung ini diduga memiliki fungsi bagi pada pejantan untuk menarik perhatian betina saat musim kawin.

Monyet bernama latin Nasalis larvatus ini merupakan satwa diurnal, artinya mereka beraktivitas mulai saat matahari terbit hingga sebelum matahari terbenam. Menurut para ahli, aktivitas yang biasa dilakukan Bekantan adalah mencari makan, minum, bersosialisasi pada anggota koloninya, mengasuh anak, dan mencari kutu di tubuh kawannya. Sedangkan saat malam, Bekantan akan tidur hingga matahari terbit di keesokan harinya. Monyet endemik Kalimantan ini merupakan jenis satwa arboreal yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di kanopi pohon. Namun jika dalam keadaan terpaksa, Bekantan sering ditemukan turun ke permukaan tanah untuk mencari makan atau air, sambal merangkak menuju pohon istirahatnya atau ke pohon pakan lainnya.

Karakter Bekantan sangat sensitif dan sulit beradaptasi. Mereka menyukai habitat alam yang tidak diganggu manusia. Mereka biasa ditemukan di tipologi habitat yang luas, yakni hutan mangrove, rawa gelam, hutan karet, dan hutan Dipterocarpaceae.

Tidak hanya Bekantan, manusia juga banyak bermukim di kawasan yang menjadi habitat Bekantan. Masyarakat yang bermukim di sekitar hutan membutuhkan hal-hal seperti pangan, sandang, dan papan. Mereka memanfaatkan sumber daya yang terdapat di hutan, sehingga menyebabkan degradasi hutan tanpa mempertimbangkan kepentingan makhluk hidup lainnya. Adanya benturan kepentingan antara manusia inilah yang menyebabkan konflik terjadi antara keduanya, dimana yang menjadi pemenang selalu manusia. Hutan yang menjadi habitat Bekantan semakin sempit dan banyak dikuasai manusia. Terlebih, masyarakat menganggap bahwa Bekantan tidak memberikan keuntungan apa pun, baik dalam aspek sosial maupun ekonomi. Ini membuat Bekantan semakin tergeser dan tergusur di habitatnya sendiri.

Tidak hanya penyempitan habitat yang mengancam hidup Bekantan, monyet berhidung besar ini juga banyak diburu oleh masyarakat. Para ahli Bekantan menyatakan bawa jumlah populasi Bekantan di seluruh kawasan konservasi pada tahun 1990, diperkirakan sebanyak lima ribu individu. Sekarang populasinya di kawasan-kawasan tersebut merosot tajam tingga 50 persen.

Pada kondisi lingkungan yang tidak mendukung di habitatnya, Bekantan berusaha beradaptasi dari berbagai ancaman yang dihadapinya. Sayangnya, bila tekanan yang dihadapi melebihi kemampuan beradaptasinya, bukan tidak mungkin monyet yang hanya dapat ditemukan di Kalimantan ini akan mengalami kepunahan lokal. Meijaard dan Nijman mengatakan bahwa koloni Bekantan yang terdapat di Pulau Kaget Muara Sungai Barito telah mengalami kepunahan lokal akibat konversi yang terjadi pada habitatnya menjadi lahan pertanian.

Adaptasi menjadi proses yang amat penting, karena sangat menentukan kelestarian Bekantan. Peningkatan intensitas tekanan yang dialami terhadap Bekantan dan habitatnya membuat Bekantan semakin sulit beradaptasi. Saat ini populasi Bekantan tersebar dalam kantong-kantong habitat yang sempit. Kehidupan mereka menjadi tidak sejahtera, stress, dan semakin rentan terhadap kepunahan.

Seiring dengan ancamannya yang semakin tinggi, lembaga konservasi internasional juga memberikan perhatian terhadap primata yang khas dengan hidung besarnya ini. IUCN menetapkan status Bekantan ke dalam kategori Terancam (Endangered/ EN). Sedang dalam CITES, Bekantan masuk ke dalam kategori Appendix I, yang artinya ini merupakan spesies dilindungi dan tidak boleh dibunuh, dan diperjualbelikan.

Tidak hanya di ranah internasional, status Bekantan juga dilindungi dalam hukum nasional Indonesia, yakni dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta dalam PP Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa Bekantan merupakan spesies dilindungi dan dilarang untuk dilukai, dibunuh, diperjualbelikan. Jika terjadi pelanggaran, maka pelakunya akan dikenakan hukuman berupa penjara maksimal lima tahun kurungan, dan denda maksimal Rp 100 juta.

Kita perlu memberikan perhatian kepada kelestarian Bekantan. Penyelamatan Bekantan perlu dilakukan dan didukung oleh setiap pemangku kepentingan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mendorong dan mendukung kegiatan ekowisata yang berbasis perlindungan terhadap monyet endemik Kalimantan ini. Selain itu, kita juga bisa menjadi pengawas dalam program pelestarian Bekantan yang sudah ada. Jika menemukan praktik perburuan Bekantan, kita bisa melaporkannya kepada BKSDA setempat, atau melalui aplikasi pelaporan yang dapat diakses telepon pintar kita, seperti e-Pelaporan Satwa Dilindungi, aplikasi GAKKUM, dana tau aplikasi Wildscan. Dengan begitu, kita turut andil dalam menjaga kelestarian Bekantan dan melindunginya dari ancaman kepunahan.

Artikel Asli>>

%d blogger menyukai ini: