Tupai Terkecil di Dunia Ada Di Meratus

Salah satu yang mengejutkan ternyatan di Pegunungan Meratus Kalsel ini terdapat seekor satwa unik dan langka, yakni tupai terkecil di dunia

Pegunungan Meratus wilayah Provinsi Kalimantan Selatan yang termasuk hutan tropis basah bukan saja sebagai wilayah yang memproduksi oksigen bagi dunia ternyata juga mengandung keanekaragaman hayati flora dan fauna.

“Salah satu yang mengejutkan ternyatan di Pegunungan Meratus Kalsel ini terdapat seekor satwa unik dan langka, yakni tupai terkecil di dunia,”jelas Zainudin Basriansyah Peneliti Muda Pusat Studi & Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia) -Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Senin.
Disebutkannya, Kalimantan adalah pulau dengan kekayaan yang masih menjadi misteri hingga kini. Pasalnya hari demi hari terus saja ditemukan berbagai macam hal yang membuat kita tercengang.

Penemuan habitat baru bagi Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) yang secara ilmiah tidak pernah dilaporkan terdistribusi di wilayah Kalimantan Selatan beberapa tahun belakangan adalah suatu hal menggembirakan sekaligus memprihatinkan. Pasalnya lokasi yang menjadi habitat penemuan telah beralih fungsi.

Kalimantan mempunyai nilai endemisitas tersendiri dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Hasil laporan ekoregion Kalimantan pada tahun 2011 menyatakan bahwa Kalimantan sangat kaya akan keberadaan mamalianya. Baik mamalia kecil hingga mamalia besar dapat ditemukan di Pulau ini.

Hingga kini tercatat sebanyak 222 jenis mamalia hidup disalah satu pulau terbesar ini, bahkan 44 jenis diantaranya endemik Kalimantan dan tidak dapat ditemui di daerah lain.
Ekspedisi Susur Sungai DAS Barito 2017 yang kolaborasi antara Masyarakat Peduli Sungai (Melingai) dan Balai Wilayah Sungai (BWS) II pada hari kedua pada tgl 16 September 2017 lalu berhasil menemukan keberadaan tupai terkecil di dunia.

Tupai terkecil yang berhasil ditemukan tersebut adalah sepesies Bornean pigmy squirrel atau dalam bahasa latin disebut (Exilisciurus exilis).

“Tupai jenis ini tersebar diseluruh Kalimantan, khususnya pada habitat >1000 meter dari permukaan laut. Meski persebarannya luas, namun hingga kini jenis ini secara ekologi masih menjadi misteri bagi peneliti” jelas Zainudin Basriansyah yang turut dalam tim ekspedisi tersebut.

Menurutnya , hingga saat ini terdapat enam subspesies tupai kecil di Asia, tiga dari subspesies itu terdistribusi di Borneo bahkan dua di antaranya bersifat endemik atau hanya dapat ditemukan di wilayah Kalimantan saja.

Tupai kecil yang ditemukan adalah satu dari dua spesies endemik tersebut. Dengan banyaknya jumlah spesies  tupai kecil yang ada di wilayah Kalimantan maka Kalimantan berhak menyandang gelar sebagai tempat yang menjadi pusat informasi biologis dan ekologis tupai kecil di dunia.

“Data biologis maupun ekologis spesies E exilis ini masih sangat minim, sehingga temuan ini bisa kita jadikan dasar untuk melakukan riset lebih lanjut untuk menguak misteri dari kehidupan tupai terkecil di dunia ini” Pungkas Zainudin gembira.

Panjang total tubuh spesies ini hanya 73 mm dengan berat mencapai 17 gr. Pantas kiranya dia menyabet gelar tupai terkecil di dunia. Tubuhnya yang kecil dan ramping membuatnya mempunyai manuver yang gesit dan cepat diantara pepohonan dan lantai hutan. Hal tersebut menjadi suatu tantangan tersendiri bagi Tim peneliti untuk medokumentasikan temuan itu dengan baik.

Spesies ini adalah spesies dengan spesialisasi habitat di hutan dataran rendah. Temuan pada habitat lain bahwa ia mampu hidup hingga ketinggian 1.700 mdpl. Meski aktif di siang hari, jenis ini cukup sulit ditemukan pada habitat yang terusik.

“Jenis ini sebenarnya cenderung jinak dan bergerak mendekati kami, saat di temukan. Namun pergerakannya yang cepat menjadi hambatan tersendiri bagi kami mengingat kondisi tofografis lokasi temuan berada pada lembah berbatu besar dan licin” ungkap Zainudin.
Spesies ini banyak beraktivitas disiang menjelang sore hari, namun kami menemukan spesies ini pada pagi menjelang siang hari, kondisi saat itu lebih lembab karena hujan baru saja reda. Spesies ini diketemukan memakan sperpihan lumut kerak dan serangga kecil di bebatuan dan lantai hutan.

Spesies E. exilis ini adalah spesialis pemakan serpihan kulit dari batang pohon dan beberapa serangga kecil. Namun jenis ini bukanlah ancaman bagi kelestarian pohon dihutan pasalnya ia hanya mengkonsumsi permukaan bagian luar dari kulit pohon saja.
Hasil penelitian di Sumatera bahwa tupai-tupai pemakan serpihan kayu ini mengkonsumsi 17 jenis dari 41 keluarga pohon dari lokasi penelitian tersebut. Umumnya tumbuhan dari famili Euphobiaceae dan Fabaceae yang cenderung mempunyai getah.

“Kami mencoba menghubungkan temuan ini dengan masyarakat lokal sekitar, suku dayak meratus menyebut spesies E. exilis dengan istilah Kurahing dan mereka kerap melihat spesies ini mengkonsumsi getah yang keluar dari batang pohon. Ini adalah hal yang wajar dan bisa di tolelir “, kata Zainudin.

Pada dasarnya 3 bagian terluar suatu batang pohon terdiri atas lapisan selulosa, lignin dan suberin atau lilin yang menyelimuti permukaan batang suatu tanaman. Tiga bagian tersebut tidak dapat dikonsumsi begitu saja oleh suatu spesies jika mereka tidak mempunyai modifikasi atau cara khusus pada sistem pencernaanya.

“Temuan ini akan kami jadikan informasi awal mengenai habitat dan sebaran tupai terkecil di dunia tersebut, dan kami harap habitat yang menjadi temuan tetap terjaga kelestariannya mengingat spesies unik ini sangat mudah untuk terusik dengan bisingnya kehadiran manusia didaerah teritorinya”, jelas Ferry F. Hoesain penanggung jawab tim ekspedisi.

Meski spesies ini sangat mengagumkan, perlindungan terhadap tupai terkecil didunia ini masih belum jelas, bahkan status perlindungan yang dibuat oleh Lembaga Konservasi Internasional IUCN (  International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) cenderung turun. Pada tahun 1996 spesies ini berstatus Least concern ( kurang diperhatikan) dan pada tahun 2008 menurun statusnya menjadi Data deficient akibat kurangnya data mengenai spesies unik ini.

Di Indonesia juga tidak jauh berbeda, tidak ada UU yang mengatur perlindungan spesies ini. “Kita harus segera melengkapi data mengenai biologis maupun ekologis spesies eksotik ini, agar status perlindungannya dapat ditingkatkan”, kata Zainudin.

Disisi lain Ferry  berharaf Dalam upaya tersebut ia meminta kerjasama semua pemangku kepentingan didaerah ini, untuk terus turut menjaga kelestarian lingkungan yang menjadi habitat tupai terkecil tersebut. Ancaman utamanya adalah alih fungsi lahan baik dibidang perkebunan maupun pertambangan dan juga pembukaan lahan ladang berpindah serta kebakaran hutan.

Artikel Asli>>

%d blogger menyukai ini: